BPJS Ketenagakerjaan Dinilai Diskriminatif
[Jakarta] - Kebijakan baru mengenai Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun yang diselenggarakan BPJS Ketenagakerjaan terus menuai kritik. Kedua kebijakan tersebut dinilai diskriminatif terhadap buruh dan pekerja. Buruh pesimistis revisi yang akan dilakukan pemerintah sesuai dengan keinginan buruh dan pekerja.
Buruh menganggap kedua Peraturan Pemerintah yakni PP No 45 tahun 2015 tentang Jaminan Pensiun dan PP No 46 tentang JHT tidak berlaku untuk seluruh buruh dan pekerja. Misalnya, PP Jaminan Pensiun hanya mewajibkan perusahaan menengah ke atas untuk mengikutsertakan buruhnya. Sedangkan, perusahaan menengah ke bawah dan UMKM boleh ikut program jaminan pensiun secara suka rela.
Sementara, PP JHT menyatakan pencairan dana JHT sebelum waktunya hanya bisa dilakukan oleh buruh yang di PHK, hal ini tidak berlaku bagi buruh/pekerja yang mengundurkan diri.
Ketua Serikat Pekerja Nasional (SPN), Iwan Kusmawan menolak ketentuan yang hanya mewajibkan perusahaan menengahke atas untuk mendaftarkan program pensiun.
Menurutnya, hal tersebut menunjukkan adanya diskriminasi antarkelas pekerja. Dia berpendapat, semua pekerja seharusnya mendapatkan fasilitas secara merata. Apalagi, program jaminan pensiun diatur sendiri oleh pemerintah Indonesia.
"Saya baru tahu kalau ternyata perusahaan kecil tak wajib mendaftarkan pekerjanya ke dana pensiun. Kalau benar seperti, itu berarti peraturan pemerintah ini cacat. Karena ini merupakan bentuk diskriminasi terhadap pekerja," katanya di Jakarta, kemarin.
Iwan juga mengeluhkan syarat pencarian JHT. Meski pemerintah mengaku bakal merevisi aturan tersebut, dia mengaku pesimis. "Bayangkan, hanya yang terkena PHK yang boleh. Lalu bagaimana yang memutuskan untuk mengundurkan diri. Apalagi, yang diambil hanya 10 persen," sebutnya.
Dia pun menyoroti aturan pengambilan 30 persen JHT untuk pengajuan KPR rumah pertama. Berdasarkan perhitungannya, pencairan dana berartai hanya Rp 3 juta. Hal itu didapat dari rata-rata hasil JHT dengan upah rata-rata saat ini. "Mau dibuat apa uang itu? Buat DP pasti tidak cukup," paparnya.
Dia tetap menuntut tiga poin terkait JHT. "Pertama, perubahan syarat masa kepesertaan kembali menjadi lima tahun. Kedua, membebaskan pekerja mencairkan dana tersebut meskipun masih aktif bekerja. Ketiga, manfaat bisa langsungdiambil seratus persen," terangnya.
Sebelumnya, Kepala Divisi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan, Abdul Kholik mengakui ada ketentuanyang hanya mewajibkan perusahaan menengah ke atas yang mendaftarkan dana pensiun. Sedangkan, perusahaan kategori mikro dan kecil bebas dari kewajiban tersebut.
"Kalau perusahaan mikro dan kecil iuran secara suka rela saja. Kategori ini dibagi berdasarkan aset perusahaan dan omzet," ujarnya.
Menanggapi banyaknya protes dari kalangan buruh dan pekerja, Komisi XI DPR RI mendesak pemerintah segera mengumumkan PP JHT, Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), dan Jaminan Pensiun (JP) pada hari ini juga, dan segera melaksanakan revisinya dalam waktu dua hari. Kesimpulan itu diperoleh dalam rapat Komisi XI DPR RI dengan BPJS Ketenagakerjaan dan Kementerian TenagaKerja. Menaker Hanif Dhakiri tak hadir di dalam rapat itu. Walau Menaker tidak hadir, kesimpulan rapat tetap diambil.
"Komisi IX DPRmendesak pemerintah untuk mengumumkan kepada masyarakat dalam waktu 1X24 jam," kata Ketua Komisi IX Dede Yusuf di Gedung DPR, kemarin. ***
Sumber: rmol_co & bpjs_info






0 comments :